Jakarta, BN Nasional – PT Freeport Indonesia (PTFI) diketahui menjadi salah satu dari lima perusahaan yang telah mendapatkan lampu hijau dari pemerintah terkait ekspor mineral hingga setahun ke depan. Hal itu dikarenakan pemerintah melihat komitmen freeport dalam membangun fasilitas pemurnian konsentrat tembaga.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas pun menyebut saat ini progres smelter konsentrat tembaga milik perusahaannya sudah menyentuh 70%. Tony merencanakan konstruksi fisik smelter itu akan rampung akhir tahun dan dilanjutkan tahap pre-commissioning dan commissioning.
“Progresnya (smelter) sudah 70%, akhir tahun konstruksi fisiknya akan selesai dan lanjut pre-commissioning dan commisioning sehingga diharapkan Mei-Juni (2024) bisa beroperasi,” kata Tony di Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Namun demikian, PTFI agaknya harus mempercepat progres smelter konsentrat tembaga itu. Pasalnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif sudah mengingatkan bahwa apabila pembangunan smelter tak mencapai 90% pada 10 Juni 2024 mendatang, maka jaminan kesungguhan sebesar 5% dari total penjualan selama Oktober 2019 hingga Januari 2022 akan disetorkan kepada kas negara.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR, Arifin menyebut kebijakan itu diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2023 tentang Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam Dalam Negeri.
Bahkan, perusahaan juga akan dikenakan denda administratif atas keterlambatan pembangunan. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut denda administratif itu sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan.
“Kemudian pemegang IUP/IUPK yang melakukan ekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan denda yang nantinya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” kata Arifin, Rabu (24/5/2023).
Di tempat berbeda, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid turut angkat bicara soal lima perusahaan, termasuk PTFI, yang mendapat relaksasi atau perpanjangan izin ekspor mineral hingga setahun ke depan.
Arsjad mengingatkan agar perusahaan yang mendapat perpanjangan izin ekspor agar tetap mengejar hilirisasi dalam rangka menciptakan nilai tambah. Pasalnya, pemerintah secara tidak langsung terpaksa untuk memberikan relaksasi untuk memastikan industri dalam negeri siap memurnikan bahan mentah komoditas mineral.
“Relaksasi itu perlu dilakukan utuk menunggu kesiapan, bukan berarti dia (perusahaan) bisa rileks terus,” kata Arsjad.
Lebih lanjut, Tony Wenas juga memberi tanggapan soal proses perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport yang akan berakhir tahun 2041 mendatang. Dia menyebut perusahaan akan mengikuti arahan dari pemerintah seputar pengajuan perpanjangan IUPK itu.
Pengajuan perpanjangan IUPK, sambungnya, dilakukan karena lahan milik PTFI punya sumber daya mineral yang melimpah dan sangat disayangkan apabila pengelolaannya tidak dilanjutkan. Untuk itu, apapun arahan dari pemerintah akan dituruti oleh PTFI, bahkan termasuk kewajiban divestasi 10% saham.
“Iya, apapun arahannya dari pemerintah akan kita ikuti, termasuk divestasi,” kata Tony.
Sebelumnya, Arifin Tasrif menjabarkan bahwa dalam aturan yang berlaku, smelter terintegrasi bisa melakukan perpanjangan IUPK jika masih memiliki sumber cadangan. Merujuk PP Nomor 1 Tahun 2017, perpanjangan IUPK dipersyaratkan paling cepat lima tahun sebelum IUPK berakhir dan selambatnya setahun sebelum berakhirnya jangka waktu operasional produksi.
Ia menyebut pertimbangan untuk memperpanjang IUPK PT Freeport Indonesia dilakukan dalam rangka memberi kepastian usaha. Dengan adanya kepastian usaha, maka PTFI akan mengalokasikan anggarannya untuk melakukan eksplorasi tambahan.
“Mencari tambang kan harus diintip dulu, dikorek dulu. Setelah ketahuan ada sekian, anggarannya baru dialokasikan karena kondisi tambang di bawahnya saat ini kan Papua sumbernya juga cukup bagus,” katanya. (Louis/Rd)