Connect with us

Hukum

DPR Sebut RUU Larangan Minol Kecualikan Penggunaan untuk Medis, Keagamaan, dan Adat-Istiadat

Published

on

DPR Sebut RUU Larangan Minol Kecualikan Penggunaan untuk Medis, Keagamaan, dan Adat-Istiadat - BN Nasional

Jakarta, BN Nasional – Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) Badan Legislasi DPR RI Bukhori Yusuf menegaskan adanya ketentuan pengecualian penggunaan alkohol untuk dunia medis, upacara keagamaan, dan adat-istiadat, khususnya upacara keagamaan.

Meskipun demikian, pada dasarnya, menurut Bukhori, alkohol merupakan minuman membahayakan ketika dikonsumsi di luar batas sehingga butuh pelarangan yang tegas.

“Dalam hal digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya anestesi, pengobatan, dan sebagainya, untuk acara adat keagaman tertentu, itu masih bisa dipahami dan itu bisa dikecualikan. Namun, RUU ini kalau kontennya kalau tidak ditegaskan dilarang maka akan bisa membahayakan anak generasi kita,” ujar Bukhori dikutip dari Parlementaria, Rabu 9 Maret.

Anggota Fraksi PKS DPR RI itu menegaskan bahkan sebelum RUU ini disahkan menjadi undang-undang, di beberapa daerah, seperti Provinsi Papua dan Kabupaten Manokwari, sudah memiliki peraturan daerah tentang minol tersebut. Yaitu, Perda Nomor 22 tahun 2016 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol di Provinsi Papua; serta Peraturan Daerah Kabupaten Manokwari tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Penjualan serta Memproduksi Minuman Beralkohol.

“Artinya itu menunjukkan betapa sebenarnya kalau kita ingin meng-capture Papua yang merupakan representasi satu wilayah yang tidak terlalu heterogen sebagaimana Jakarta, tetapi tetap bisa menerapkan (aturan mengenai larangan Minol) itu,” tambah Anggota Komisi VIII DPR RI ini.

Selain itu, ia turut menanggapi adanya penggunaan alkohol dalam bentuk minuman berfermentasi, seperti tuak, arak, dan brem, baik untuk upacara keagamaan Umat Hindu dan/atau perekonomian masyarakat di Bali. Ia pun memastikan adanya RUU Larangan Minol ini tidak akan menggangu kegiatan tersebut.

Bahkan, jelasnya, adanya RUU ini semakin melindungi aktivitas perekonomian masyarakat Bali dari adanya miras ilegal atau oplosan yang tak berizin dari pemerintah.

“Misalnya tentang pemasaran minuman keras atau arak lokal itu kan nanti tidak bisa di sembarang tempat, harus berizin, hotel misalnya harus yang bintang lima. Sehingga, para penggunanya itu memang harus orang-orang yang sadar akan pengunannya sehingga tidak membahayakan,” tambah legislator dapil Jawa Tengah I tersebut.

Meskipun demikian, ia pun mengakui kendala utama pembahasan RUU yang sejak periode DPR RI 2009-2014 ini diusulkan pun masih mandeg pada judul. Sebab, menurutnya kata “Larangan” dinilai terlalu ketat sehingga mengkhawatirkan banyak pihak. “Tetapi saya kira hukum itu harus ada kepastian dan tidak boleh abu-abu, harus hitam-putih,” tutup Bukhori.

Sumber

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hiburan

Nindy Ayunda Jawab 40 Pertanyaan Penyidik Usai Diperiksa 8 Jam

Penyanyi Nindy Ayunda kembali menjalani pemeriksaan selama delapan jam dengan 40 pertanyaan sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal dengan tersangka Dito Mahendra.

Published

on

Jakarta, BN Nasional – Daniel Soni Pardede, pengacara Nindy Ayunda saat ditemui usai pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu menyebut kliennya telah memberikan keterangan yang sebenarnya kepada penyidik terkait Dito Mahendra.

“Tadi juga sekitar 40 pertanyaan sudah Nindy jawab, tapi kembali lagi, sikap kami sejak awal karena materi pemeriksaan tidak bisa dibuka semua karena untuk kepentingan penyidikan,” kata Daniel.

Nindy Ayunda didampingi tim kuasa hukumnya menjalani pemeriksaan untuk yang kedua kalinya dimulai sekitar pukul 11.00 WIB, dan selesai pukul 19.10 WIB.

Daniel kembali menegaskan, bahwa kliennya tidak pernah menyembunyikan Dito Mahendra, tersangka kasus kepemilikan senjata api ilegal.

“Mbak Nindy tidak pernah memberikan pertolongan apapun kepada Dito, sehingga dia (Dito) tidak bisa ditemukan sekarang,” kata Daniel.

Pengacara Nindy juga menegaskan, kliennya tidak pernah terkait dan terlibat ataupun mengetahui adanya senjata api di rumah Dito Mahendra.

Ini merupakan pemeriksaan kedua kalinya, Nindy sebelumnya juga menjalani pemeriksaan pada Jumat (26/5) terkait dengan dugaan menyembunyikan Dito Mahendra.

Sementara itu, Nindy Ayunda mengatakan hari ini dirinya menjalani pemeriksaan terkait kasus senjata api ilegal.

Pelantun tembang “Untuk Sahabat” itu juga enggan menyampaikan kapan dirinya terakhir bertemu dengan sang pacar, dengan alasan sudah masuk materi penyidikan.

“Sudah disampaikan ke penyidik, kami enggak bisa buka lagi lebih dalam karena itu nanti kewenangan penyidik ya,” kata Nindy.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menyebut, penyidik kembali memanggil Nindy Ayunda (ND) untuk diperiksa kedua kali sebagai saksi kasus senjata api Dito Mahendra (DM)

“Masalah DM atau MDS hari Jumat kemarin tanggal 26 Mei 2023 NA telah diambil keterangan diperiksa, tapi belum selesai. Selanjutnya hari Rabu tanggal 31 Mei 2023 NA akan diperiksa kembali,” kata Ramadhan, Senin (29/5).

Sementara itu, terkait keberadaan Dito Mahendra, lanjut Ramadhan, sampai saat ini masih dalam proses pencarian oleh penyidik.

Continue Reading

Hukum

Kejagung Limpahkan 2 Tersangka Korupsi BTS Kominfo ke JPU

Published

on

By

Kejagung Limpahkan 2 Tersangka Korupsi BTS Kominfo ke JPU

Jakarta, BN Nasional – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung merampungkan penyidikan dua tersangka korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) dan infrastruktur pendukung Kominfo tahun 2020-2022 dengan melimpahkan tahap II ke JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyebutkan pelimpahan tahap II (tersangka dan barang bukti) hari ini dilakukan untuk tersangka Mukti Ali (MA) dan Irwan Hermawan (IH).

Diketahui, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment dan Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy.

Setelah pelimpahan tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, kedua tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung dari tanggal 22 Mei sampai dengan 10 Juni.

“Tersangka IH ditahan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dan tersangka MA ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung,” kata Sumedana dilansir ANTARA, Senin, 22 Mei.

Tersangka Mukti Ali dan Irwan Hermawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumedana menyebutkan setelah pelimpahan tahap II ini Tim JPU segera mempersiapkan surat dakwaan untuk pembuktian di persidangan.

“Tim JPU mempersiapkan surat dKakwaan kelengkapan pelimpahan kedua berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Sumedana.

Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan enam orang sebagai tersangka, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia.

Lalu, Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment dan Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy.

Satu tersangka yang baru saja ditetapkan, Rabu (17/5), yakni Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkoinfo) Jhonny G Plate.

Berkas tersangka Anang Achmad Latif (AAL), Galubang Menak (GMS) dan Yohan Suryanto, telah lebih dulu dilimpahkan tahap II ke JPU Kejari Jakarta Selatan pada Selasa (2/5)

Continue Reading

Hukum

Aliran Uang ke Kader Partai Demokrat dari Bupati Mamberamo Tengah Dikejar KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri aliran uang dari Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak. Termasuk, kemungkinan mengalir ke sejumlah kader Partai Demokrat.

Published

on

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur bilang kemanapun aliran uang bakal dicari. Apalagi, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menyebut ada kader partai berlambang bintang mercy itu menerima uang dari Ricky.

“Kemana pun aliran dana itu aliran dana hasil korupsi mengalir kita akan lakukan apa yang disebut follow the money kita akan mengikuti dan akan kita sita,” kata Asep kepada wartawan, Rabu, 17 Mei.

Asep memastikan setiap uang yang dikorupsi pejabat harus dikembalikan. Sehingga, penyidik akan mengejar siapapun yang diduga tahu dan menerima aliran uang dari Ricky.

“Termasuk dalam konteks aset recovery tentunya. Kita akan terus menggali kita akan terus mencari dan kita akan terus mengklarifikasi setiap orang ataupun badan hukum dan yang lainnya terkait dengan aliran-aliran dana yang dimungkinkan dari tindak pidana korupsi,” kata Asep.

Andi Arief menyebut ditanya soal keberadaan pihak yang menerima uang dari Ricky Ham Pagawak usai diperiksa KPK. Tak dirinci siapa pihak tersebut namun dia akan mencari uang itu dan dikembalikan ke KPK.

“Ada pengakuan dari Ricky Ham Pagawak bahwa dia pernah ada sumbangan. Jadi, saya akan cari yang nerima sumbangannya dan akan dikembalikan ke KPK kalau ada,” kata Andi setelah diperiksa.

Diberitakan sebelumnya, Ricky diduga menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp200 miliar. Penerimaan ini dilakukan dari kontraktor yang ingin mendapat proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.

Ada tiga kontraktor yang disebut memberikan uang yaitu Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding; Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Mampang; dan Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang.

Rinciannya, Jusiendra mendapat 18 paket pekerjaan dengan total nilai mencapai Rp217,7 miliar. Proyek yang dibangun di antaranya pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.

Sementara Simon mendapat enam paket senilai Rp179,4 miliar dan Marten mendapat tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Pekerjaan ini didapat tiga swasta itu setelah mereka bersepakat dengan Ricky memberikan uang.

Dari uang yang didapat itu, Ricky kemudian diduga melakukan pencucian uang dengan cara membelanjakan hingga menyamarkan hasil suap dan gratifikasi yang diterimanya.

Continue Reading

Trending