JAKARTA, BN NASIONAL
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang ingin melakukan pengelolaan tambang harus mentaati aturan bekaitan dengan Kompensasi data informasi (KDI) yang penting ini.
Pasalnya, ormas keagamaan tersebut telah mendapatkan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada badan usaha atau PT yang dimiliki ormas keagamaan tersebut.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan, penawaran WIUPK untuk ormas keagamaan akan diatur lebih lanjut dalam revisi Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2023. Adapun, revisi Perpres tersebut saat ini tengah disusun oleh Kementerian Investasi.
“Proses pemberiannya akan dilakukan oleh satuan tugas. Satuan tugas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi. Satuan tugas ini dengan mekanisme demikian, bahwa pengajuan oleh ormas keagamaan dalam bentuk badan usaha atau PT,” kata Lana dalam Diskusi publik Fraksi PAN DPR RI bertajuk “Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang untuk Ormas Keagamaan”, Rabu (26/6/2024).
Selain itu, ormas keagamaan yang bakal mendapat hak pengelolaan tambang juga harus memenuhi beberapa syarat. Salah satunya seperti membayar biaya kompensasi data informasi (KDI).
“Jadi nanti kalau sudah ditentukan siapa yang akan menggunakan wilayah tersebut tentunya ada kewajiban membayar yang namanya KDI atau kompensasi data informasi,” jelas dia.
Sebelumnya, Pemberian WIUPK kepada ormas keagamaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini sesuai dengan Pasal 83A dalam beleid tersebut.
“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” bunyi beleid yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo tertanggal 30 Mei 2024.
Adapun penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan itu merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
PP Nomor 25 Tahun 2024 tersebut juga mengatur Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) atau kepemilikan saham ormas keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan atau dialihkan tanpa adanya persetujuan menteri.
“Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali,” tertulis dalam Pasal 83A Ayat 4.
Di sisi lain, aturan itu juga melarang badan usaha kelolaan ormas keagamaan untuk bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya ataupun afiliasinya dalam mengelola WIUPK.
Sementara untuk jangka waktu penawaran WIUPK prioritas kepada ormas keagamaan, ditetapkan selama lima tahun sejak PP Nomor 24 Tahun 2025 disahkan.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi masyarakat keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden,” lanjut regulasi tersebut.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia selaku Ketua Satgas Percepatan Investasi dan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi pada tahun 2022 telah mencabut 2.053 IUP dan mengaktifkan kembali 569 IUP.
Menurutnya, peran ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiah sangat penting saat Indonesia belum merdeka.
“NU, Muhammadiah, Tokoh Gereja, Pura, dan Hindu disaat Indonesia ini belum merdeka emang siapa yang memerdekakan bangsa ini. Disaat agresi militer di tahun 1948 yang membuat fatwa jihat emang siapa,” kata Bahlil Lahadalia saat ditemui di Kantornya, Senin (29/4/2024).
Memberikan IUP kepada ormas kegamaan adalah salah satu bentuk perhatian pemerintah kepada pihak yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga saat ini.
“Disaat Indonesia sudah merdeka masa tidak boleh kita memberikan perhatian, terus disaat Indonesia lagi ada masalah kan nanti tokoh agama yang kita panggil untuk menyelesaikan masalah,” jelas Bahlil.**