Jakarta, BN Nasional — Ghostbusters: Afterlife mengisahkan petualangan kakak-adik, Trevor (Finn Wolfhard) dan Phoebe (Mckenna Grace), usai menemukan peninggalan kakek mereka, Egon Spengler.
Mereka pindah ke rumah milik kakek di tengah kota Summerville yang antah-berantah di Oklahoma. Egon meninggal sepekan sebelumnya dan memberikan warisan berupa rumah itu kepada ibu mereka, Callie (Carrie Coon).
Di rumah tersebut, mereka menemukan sejumlah hal yang mengejutkan. Mulai dari rahasia Egon Spengler hingga upaya memperbaiki hubungan antar anggota keluarga.
Mengingat film ini adalah sekuel dari film tiga dekade lalu, berikut gambaran Ghostbusters (1984) dan Ghostbusters II (1989) sebelum menyelam dalam kisah Ghostbusters: Afterlife.
Ghostbusters (1984)
Ghostbusters (1984) mengisahkan awal mula terbentuknya tim Ghostbusters. Peter Venkman (Bill Murray), Ray Stantz (Dan Aykroyd), dan Egon Spengler (Harold Ramis) adalah peneliti paraspychology di Columbia University.
Mereka bertiga kerap melakukan serangkaian penelitian terkait fenomena dan aktivitas paranormal dengan menggunakan beasiswa dan hibah dari kampus.
Hingga suatu kali, mereka menemukan kasus aneh terjadi di New York Library. Di sana, mereka untuk pertama kalinya melihat sosok hantu secara nyata dan bukti-bukti fisik keberadaan mereka.
Ketika baru akan meneliti lebih jauh, pihak kampus mendadak menghentikan pembiayaan penelitian tersebut karena menganggap tidak berguna dan tak ilmiah.
Terdesak akan situasi ekonomi dan masih terdorong untuk melakukan penelitian soal hantu, ketiganya memilih membuka jasa menangkap hantu bernama Ghostbusters dengan modal warisan yang dimiliki Ray.
Mereka membeli semua yang dibutuhkan, peralatan, mobil, pakaian, termasuk ruko bekas kantor pemadam kebakaran sebagai markas. Dari sana, bisnis Ghostbusters dimulai.
Mereka juga mendapatkan dua tambahan anggota, Janine Melnitz (Annie Pots) sebagai sekertaris dan Winston Zeddemore (Ernie Hudson) sebagai anggota Ghostbusters keempat.
Pekerjaan itu terbilang tidak mudah. Mereka kerap dianggap pembohong, belum lagi tudingan mencemarkan lingkungan. Hingga kemudian, sebuah kasus yang dibawa Dana Barrett (Sigourney Weaver) mengubah hidup mereka.
Ghostbusters digarap oleh Ivan Reitman yang juga bertindak sebagai produser. Di bangku penulis, film ini ditulis oleh Dan Aykroyd dan Harold Ramis.
Film ini ditulis oleh Dan Aykroyd karena terdorong dengan minat dan riwayatnya akan dunia paranormal. Apalagi, ayahnya merupakan penulis buku A History of Ghosts dan ibunya mengklaim bisa melihat hantu.
Ghostbusters (1984) mendapatkan banyak pujian dan kesuksesan box office. Film ini menggabungkan komedi, aksi, dan horor sekaligus. Selain itu, film ini termasuk menggunakan teknik efek visual yang canggih di masanya.
Film berbujet US$25-30 juta ini berhasil mengantongi US$295,2 juta dan menjadi titik awal kisah waralaba para pemburu hantu.
Tercatat, waralaba film ini telah menghasilkan dua serial televisi yang sukses pada dekade ’90-an, buku komik, video gim, tiga film layar lebar setelahnya, hingga wahana hiburan bertema hantu.
Atas pengaruh film pada budaya populer dan Amerika, pada 2015, Perpustakaan Kongres memilih film ini untuk dikoleksi di National Film Registry.
Ghostbusters II (1989)
Kisah empat pemburu hantu di tengah-tengah Manhattan kembali pada Ghostbusters II (1989). Namun kali ini situasinya agak berbeda, mereka tak lagi sebagai pemburu hantu.
Setelah kesuksesan luar biasa menyingkirkan Gozer dari Sumeria dan meledakkan hantu marshmallow Stay-Puft Marshmallow Man setinggi gedung, usaha Ghostbuster menurun.
Tak banyak pesanan mengusir hantu datang. Bahkan untuk tetap bisa bertahan hidup, mereka berganti haluan. Egon kembali menjadi peneliti, Peter menjadi pemandu acara mistis, dan Ray juga Winston menjadi ‘badut’ acara anak-anak.
Sementara itu, Dana Barrett bekerja di The Metropolitan Museum of Art dan tengah mengerjakan proyek pameran dengan karya utamanya adalah lukisan tiran Eropa yang kejam dari abad ke-16, Vigo the Carpathian.
Lukisan itu ternyata dirasuki roh Vigo yang jahat. Ia kemudian menghasut rekan Dana, Janosz, untuk membawakan dirinya bayi sebagai kurban agar bisa kembali dan menaklukkan dunia.
Suatu kali, ketika Dana tengah berjalan-jalan dengan bayinya, Oscar, stroller yang membawa bayi tersebut berjalan sendiri menembus kerumunan orang dan lalu lintas. Hingga pada suatu titik, stroller itu berhenti mendadak.
Merasa ganjil, Dana kembali menghubungi Ghostbusters. Panggilan Dana itu membuat tim Ghostbuster kembali dan menyelidiki fenomena aneh tersebut.
Mereka kemudian menemukan hal mencengangkan, ada aliran lendir aneh di saluran bawah tanah. Ketika Ray berusaha mengambil sampel, ia diserang oleh lendir yang ‘hidup’ itu dan memutus kabel hingga seluruh kota mati listrik.
Atas kejadian tersebut, Ghostbusters mendapatkan gugatan. Namun ketika sidang berlangsung, sampel lendir yang diambil Ray menyerap emosi hakim yang temperamental sehingga hidup.
Dari lendir tersebut, muncul hantu terpidana yang pernah dihukum mati oleh si hakim. Merasa ketakutan, hakim kemudian membebaskan Ghostbusters untuk bisa kembali menangkap hantu dan teror di kota.
Masih sama seperti Ghostbusters (1984), film sekuel ini digarap oleh Ivan Reitman dan ditulis oleh Harold Ramis juga Dan Aykroyd. Para pemain dalam film pertama pun juga banyak yang kembali lagi.
Namun sayangnya film ini tidak mendapatkan sambutan hangat dari para kritikus. Banyak kritik tertuju pada film ini, belum lagi soal banyak kabar berisi perselisihan di balik layar antara pemain, kru, hingga pihak studio.
Beragam kabar soal alasan Ghostbusters II berjarak cukup lama dari pendahulunya, mulai dari keengganan bos baru Columbia kala itu yaitu David Puttnam, waktu yang tak pernah cocok antara jadwal Bill Murray dengan naskah, hingga masalah persetujuan seluruh kreator Ghostbuster untuk bisa melanjutkan proyek ini.
Meski begitu, film berbujet US$30-40 juta ini mendapatkan US$215,4 juta kala dirilis. Angka itu di bawah pendapatan pendahulunya, dan dianggap oleh Columbia Pictures sebagai sebuah kegagalan.
Hal itu juga yang membuat waralaba ini sempat berhenti hingga dekade ’90-an. Ghostbusters II pun dianggap tidak memiliki dampak sebesar pendahulunya.