Dorong Hilirisasi, Pemerintah Gunakan HPM sebagai “Senjata Ekonomi” Lawan Ekspor Bahan Mentah

News114 Dilihat

JAKARTA, BN NASIONAL – Pemerintah menjadikan kebijakan Harga Patokan Mineral (HPM) dan larangan ekspor bijih bauksit sebagai strategi utama untuk mempercepat hilirisasi mineral di dalam negeri. Langkah ini dinilai krusial untuk mengakhiri ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan membangun industri pengolahan nasional yang kuat.

Kebijakan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan Asta Cita ke-5 Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya industrialisasi berbasis sumber daya alam sebagai fondasi ekonomi nasional.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa HPM didesain untuk menciptakan industri pengolahan mineral yang mandiri dan berdaya saing global.

“Larangan ekspor dan HPM adalah bagian dari peningkatan nilai tambah mineral. Ini amanat konstitusi, dan bukan kebijakan mendadak. Justru sejak diberlakukan, kita melihat mulai tumbuhnya investasi pada smelter-smelter baru,” kata Tri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI.

Baca juga  Akselerasi Motor Listrik di Indonesia, IBC Kenalkan Platform BAMS di AIPF 2023

Tri menyoroti keberhasilan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Kalimantan Barat sebagai bukti konkret dari keberhasilan kebijakan hilirisasi. Proyek yang digarap oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) perusahaan patungan INALUM dan ANTAM, anggota Grup MIND ID ini dipercepat setelah larangan ekspor bauksit diterapkan pada Juni 2023. Kini SGAR telah beroperasi dan sukses melakukan pengiriman perdana ke Kuala Tanjung INALUM.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmi Radhi, menilai kebijakan HPM mampu mengubah orientasi pelaku usaha dari ekspor mentah ke investasi hilir.

“Selama ini ekspor bahan mentah lebih menguntungkan karena margin tinggi dan prosesnya cepat. Dengan HPM dan larangan ekspor, pemerintah menciptakan disinsentif agar pelaku usaha mau berinvestasi ke smelter,” ujarnya.