JAKARTA, BN NASIONAL – Proyek hilirisasi gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) masih terkendala masalah keekonomian, meski pemerintah terus mendorong percepatan melalui skema pendanaan dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menyerahkan dokumen pra-feasibility study (FS) 18 proyek strategis kepada CEO Danantara Rosan Roeslani, termasuk proyek gasifikasi batu bara menjadi DME yang tersebar di enam lokasi: Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, dan Banyuasin.
Nilai total investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp164 triliun.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai peluang Danantara untuk terlibat dalam pembiayaan proyek tersebut cukup besar. Namun ia mengingatkan, tantangan keekonomian masih menjadi ganjalan utama yang belum terpecahkan.
“Bahasa umumnya sih keekonomian. Ya jadi intinya kalau di semua bidang usaha sepanjang itu tanda kutip ada cuannya bagus ya pasti orang berlomba-lomba,” ujar Hendra saat ditemui di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Menurutnya, teknologi yang dibutuhkan masih tergolong mahal dan belum tersedia di dalam negeri. Bahkan secara global, hanya Tiongkok yang dinilai cukup maju dalam penerapan teknologi gasifikasi batu bara.
“Teknologinya mahal, kita tidak punya teknologinya, dan di dunia juga mungkin baru Tiongkok yang sudah ini (menjalankan). Negara produsen batu bara lain seperti India, Rusia, Australia, mereka tidak masuk ke situ,” tambahnya.
Lebih jauh, Hendra menjelaskan bahwa gasifikasi merupakan wilayah bisnis baru bagi para pelaku industri tambang, yang selama ini lebih familiar dengan perdagangan komoditas batu bara mentah.
“Kalau batu bara sudah merem saja tahu harganya bagaimana. Tapi kalau misalnya gasifikasi, kita hasilkan DME, kita tidak tahu DME harganya bagaimana dan itu proyek jangka panjang. Jadi kita bisa dikatakan blank gitu ya, tidak tahu marketnya bagaimana,” ungkapnya.
Meski demikian, Hendra tetap menilai kehadiran Danantara sebagai kabar baik bagi masa depan proyek yang menjadi kebanggaan Presiden Joko Widodo tersebut.
“Harapannya proyek ini bisa berjalan. Jadi, kendala faktor kelayakan ekonomi mungkin bisa diatasi dengan Danantara ikut terlibat,” katanya.
Ia pun berharap, berbagai kendala teknis dan keekonomian bisa terpetakan dengan baik oleh para ahli di Danantara, termasuk Chief Investment Officer Pandu Sjahrir yang memiliki rekam jejak panjang di sektor pertambangan.
“Pasti sudah dipetakan, apalagi Danantara ada banyak expert di situ, Pak Pandu juga pernah jadi Ketua Asosiasi Batu Bara misalnya, jadi ada optimisme kalau memang Danantara mau support,” tandas Hendra.
