JAKARTA, BN NASIONAL – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, bersama Komisi VII DPR RI menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
RPP KEN ini disusun sebagai pengganti PP Nomor 79 Tahun 2014 mengenai Kebijakan Energi Nasional. Setelah mendapat persetujuan, RPP ini akan diproses lebih lanjut oleh Menteri ESDM sebagai Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM, Bahlil menjelaskan beberapa perubahan penting dalam RPP KEN ini. RPP KEN kini terdiri dari 7 Bab dan 93 Pasal, yang sebelumnya hanya memiliki 6 Bab dan 33 Pasal. Penambahan pasal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan energi nasional dan global.
Menurut Bahlil, RPP KEN ini disusun dengan memperhatikan perubahan signifikan di berbagai aspek, seperti:
- Perubahan lingkungan strategis, baik nasional maupun global.
- Target pertumbuhan ekonomi menuju negara maju pada tahun 2045.
- Kemajuan teknologi energi baru dan terbarukan (EBT).
- Kontribusi besar sektor energi dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pencapaian net zero emission (NZE) pada tahun 2060.
“RPP Kebijakan Energi Nasional mencakup, satu penambahan Bab dari 6 Bab menjadi 7 Bab, penambahan Pasal dari 33 Pasal menjadi 93 (1 Pasal tetap, 39 Pasal berubah bersifat substantif, 4 Pasal berubah tidak bersifat substantif, dan 49 Pasal penambahan Pasal baru),” kata Bahlil mengawali Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM di Jakarta, Kamis (5/9).
Pada rapat tersebut, Eddy Soeparno, pimpinan Komisi VII DPR RI, mengingatkan bahwa sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, kebijakan energi nasional harus ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. Eddy juga menyoroti alasan utama pengajuan RPP KEN sebagai pengganti PP sebelumnya, yakni karena target realisasi pasokan energi primer hingga tahun 2022 belum tercapai.
“Yang mendasari pemerintah mengajukan RPP KEN sebagai penggantian Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014, diantaranya adalah tidak tercapai target dalam PP KEN seperti realisasi pasokan energi primer sampai 2022 yang masih di bawah angka proyeksi KEN dan realisasi pencapaian program energi primer,” jelas Eddy.
Pandemi COVID-19 dan pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5% pada tahun 2019 menjadi salah satu faktor penghambat pencapaian target kebijakan energi sebelumnya. Oleh karena itu, RPP KEN yang baru menyesuaikan dengan kebijakan transisi energi untuk mencapai net zero emission dan memanfaatkan teknologi energi rendah karbon serta Bahan Bakar Nabati (BBN).
Seiring dengan peningkatan urgensi terhadap perubahan iklim, RPP KEN ini juga berfokus pada penyesuaian kebijakan untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia. Langkah ini penting untuk memastikan kontribusi Indonesia dalam upaya global menurunkan emisi gas rumah kaca, khususnya di sektor energi.
Bahlil menegaskan bahwa transisi energi ini akan melibatkan teknologi canggih dan inovasi di sektor energi baru dan terbarukan, serta mendorong pemanfaatan teknologi rendah karbon untuk mendukung keberlanjutan energi nasional.