JAKARTA, BN NASIONAL – PT Bukit Asam Tbk (PTBA), anggota holding BUMN pertambangan MIND ID, menyampaikan kebutuhan mendesak akan dukungan regulasi yang lebih adaptif untuk mempercepat agenda hilirisasi batu bara nasional.
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail menegaskan bahwa hilirisasi batu bara adalah strategi utama PTBA untuk menciptakan nilai tambah nasional, mengurangi ketergantungan energi impor, sekaligus mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Namun, menurutnya, proyek-proyek hilirisasi batu bara saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan kebijakan yang dapat menghambat kelayakan dan kepastian investasi.
“Kami ada beberapa mohon di dukungan yang pertama percepatan persetujuanan kawasan ekonomi khusus di Tanjung Enim, karena sampai saat ini kami hanya baru mendapat status kawasan industri,” ujar Arsal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (16/5/2025).
PTBA saat ini tengah mengembangkan berbagai proyek hilirisasi batu bara, antara lain gasifikasi batu bara menjadi SNG (Synthetic Natural Gas), Methanol, DME (Dimethyl Ether), serta pengolahan batu bara menjadi artificial graphite dan anodasit untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.
Perusahaan juga mengembangkan kawasan industri mulut tambang seluas 585 hektare di Tanjung Enim yang telah memiliki izin kawasan industri sejak 2021. Namun agar lebih menarik bagi investor global, kawasan tersebut sedang diajukan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Selain itu, PTBA juga meminta adanya insentif fiskal, seperti pengurangan pajak atau dukungan pendanaan, untuk meningkatkan daya saing proyek hilirisasi batu bara dibandingkan energi fosil lain yang saat ini masih lebih murah secara keekonomian.
Dengan cadangan batu bara sebesar 2,93 miliar ton, PTBA meyakini hilirisasi akan menjadi tulang punggung diversifikasi energi dan bahan baku industri strategis Indonesia ke depan.
“Strategi hilirisasi PT BI tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional tetapi juga mendukung visi besar Indonesia Emas 2045 melalui industrialisasi berbasis sumber daya dalam negeri yang inklusif dan berkelanjutan,” jelas Arsal.





