JAKARTA, BN NASIONAL – Kegiatan di bidang ketenaganukliran memerlukan kewaspadaan tinggi karena kompleksitas dan potensi risikonya yang besar terhadap keselamatan, keamanan, dan lingkungan. Dalam konteks itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pentingnya penerapan manajemen risiko secara menyeluruh dan berkelanjutan di seluruh fasilitas nuklirnya.
Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK) BRIN menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek) Manajemen Risiko pada 22–24 April 2025 di Gedung 93 Kawasan Sains dan Teknologi B.J. Habibie, Serpong.
Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis berbagai potensi risiko yang bisa muncul, mulai dari aspek teknis hingga sumber daya manusia.
“Kita dapat mengidentifikasi terlebih dahulu, lalu menganalisis mana saja yang mengandung risiko, ada yang risikonya kecil, besar, sangat besar, bahkan sangat-sangat besar,” ujar Direktur Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran BRIN, R. Mohammad Subekti.
Menurut Subekti, dalam dunia nuklir, hal-hal kecil dapat memicu konsekuensi besar. Ia mencontohkan area berpagar kuning yang menyimpan zat radioaktif. Jika pagar tersebut dilintasi tanpa prosedur yang benar, beragam risiko bisa muncul.
“Pertama, terdapat risiko terhadap aspek keamanan, terus risiko terhadap reputasi BRIN apabila kejadian tersebut terekspos ke media. Selanjutnya, terdapat risiko pencemaran ke lingkungan luar, jika pencemaran terjadi, maka target-target penting seperti keselamatan, keamanan, dan pengawasan berpotensi tidak tercapai,” jelasnya.
Subekti menekankan bahwa BRIN harus melakukan mitigasi ketat terhadap risiko-risiko tersebut.
“Pengguna yang tidak memiliki akses seharusnya tidak diperbolehkan masuk, sumber daya manusia perlu diberikan pelatihan yang sesuai. Para pengguna yang memiliki akses ke dalam pagar kuning juga harus mendapatkan sosialisasi, dan harus diidentifikasi sebaik mungkin,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Muda BRIN, Zulfiyandi, mengatakan bahwa bimtek ini diharapkan dapat membekali peserta dengan pemahaman yang kuat soal penerapan manajemen risiko di berbagai unit kerja.
“Kami berharap, manajemen risiko dapat diterapkan pada seluruh aspek kegiatan masing-masing direktorat, sehingga sasaran dan target yang telah direncanakan dapat tercapai dengan baik,” ujarnya.
Zulfiyandi juga mendorong agar penerapan manajemen risiko diperluas ke bidang-bidang lain, termasuk perencanaan usaha.
“Dengan menerapkan manajemen risiko sejak awal, diharapkan peserta akan lebih peduli terhadap risiko. Di samping itu juga mampu membuat perhitungan yang matang untuk setiap kegiatan yang akan dilakukan,” katanya.