JAKARTA, BN NASIONAL – Pengadilan Negeri (PN) Ketapang memutuskan vonis terhadap terdakwa YH dalam kasus tambang emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kamis (10/10/2024)
Dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis petang, terdakwa YH dijatuhi hukuman tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp30 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, YH akan menjalani tambahan hukuman enam bulan kurungan. Putusan ini tercatat dalam Nomor Perkara 332/Pid.Sus/PN Ktp.
Sebelumnya, pada 30 September 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mahendra D dari Kejaksaan Agung dan Wara Endrini dari Kejaksaan Negeri Ketapang menuntut terdakwa dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp50 miliar, atau subsider enam bulan kurungan.
Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Ketapang ini memaparkan seluruh proses perkara mulai dari penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Minerba hingga tuntutan JPU dan amar putusan.
Majelis hakim menyatakan YH terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 juncto Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam perkara ini, YH memanfaatkan lubang tambang berizin yang seharusnya digunakan untuk pemeliharaan, namun justru melakukan aktivitas penambangan emas ilegal di lokasi tersebut. Emas yang ditambang secara ilegal kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas setelah diproses.
Menurut data yang dipaparkan di persidangan, YH melakukan praktik ilegal ini selama empat bulan, dari Februari hingga Mei 2024. Total kerugian yang ditimbulkan akibat tindakannya mencapai Rp1,020 triliun, yang berasal dari hilangnya cadangan emas sebesar 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg.
Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada JPU dan penasihat hukum terdakwa untuk menanggapi putusan ini. Jaksa Mahendra D menyatakan pihaknya akan memanfaatkan waktu tersebut untuk mengkaji hasil putusan dan menentukan apakah perlu mengajukan banding.
“Maka sebelum tujuh hari kami akan nyatakan. Tapi untuk sekarang kami belum bisa menyatakan (banding atau tidak), kami akan melaporkan secara berjenjang kepada pimpinan,” KATA Mahendra.
Sementara itu, David Kurniawan, PPNS Minerba, menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam mengungkap kasus ini, termasuk Ditjen Minerba, Bareskrim Polri, dan Kejaksaan Negeri Ketapang. Ia berharap kasus ini menjadi contoh untuk mencegah pencurian sumber daya alam di masa mendatang, yang seringkali merugikan negara dalam jumlah besar.
“Kasus ini menjadi bukti betapa masifnya pencurian sumber daya alam di Indonesia. Ini harus menjadi perhatian serius agar kita dapat mengurangi potensi kerugian negara di masa depan,” ujar David.
David juga menambahkan, momentum ini bertepatan dengan Hari Pertambangan dan Energi ke-79, yang memberikan dorongan bagi Ditjen Minerba dan Kementerian ESDM untuk semakin memperkuat penegakan hukum di sektor pertambangan.