JAKARTA, BN NASIONAL – Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terus mendorong pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) dengan fokus pada peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah menerbitkan peraturan terbaru terkait kontrak bagi hasil skema New Gross Split, yang memberikan kebebasan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memilih jenis kontrak sesuai dengan profil risiko masing-masing.
Kementerian ESDM telah mengesahkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split (New Gross Split), yang mengatur mekanisme perubahan dan ketentuan pokok dalam kontrak kerja sama. Selain itu, Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 juga diterbitkan untuk memberikan pedoman pelaksanaan dan penetapan komponen dalam kontrak tersebut.
“Peraturan baru ini bertujuan memperbaiki skema gross split yang lama, yang diterbitkan pada 2017, sekaligus memberikan fleksibilitas bagi kontraktor untuk memilih antara skema Cost Recovery atau New Gross Split,” ungkap Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Ariana Soemanto, di Jakarta, Sabtu (5/10).
Hingga kini, sudah ada lima kontraktor atau blok yang menyatakan minat untuk menggunakan skema Gross Split baru. Namun, Ariana menjelaskan bahwa rincian mengenai blok atau kontraktor tersebut akan diumumkan secara resmi di kemudian hari. “Kontraktor dapat memilih skema kontrak sesuai dengan profil risikonya. Yang terpenting adalah kita terus memperbaiki iklim investasi agar lebih menarik, sehingga bisa mendorong penemuan cadangan dan peningkatan produksi migas,” tambah Ariana.
Ariana menekankan bahwa peraturan baru ini tidak semata-mata bertujuan mendorong Gross Split baru, tetapi juga memberi fleksibilitas kepada kontraktor. “Kontraktor yang saat ini menggunakan skema Gross Split dapat beralih ke Cost Recovery, begitu pula sebaliknya,” jelasnya.
Fleksibilitas ini berlaku untuk kontrak yang ditandatangani setelah Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2024 diberlakukan. Sementara itu, bagi kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum peraturan tersebut, terdapat kesempatan untuk beralih ke skema Gross Split baru, dengan beberapa ketentuan.
Pertama, kontrak skema Gross Split lama untuk migas non-konvensional, seperti gas metana batubara dan shale oil/gas, dapat beralih ke skema Gross Split baru. “Misalnya, Blok Gas Metana Batubara Tanjung Enim akan segera beralih ke skema Gross Split baru agar keekonomiannya menjadi lebih baik,” kata Ariana.
Kedua, kontrak skema Cost Recovery dapat beralih ke Gross Split baru, selama kontrak tersebut masih berada pada tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan Plan of Development (POD-I) dari Pemerintah. Namun, kontrak Gross Split yang sudah memasuki tahap produksi tidak dapat diubah ke skema Gross Split baru, tetapi bisa dialihkan ke skema Cost Recovery.
Dengan fleksibilitas ini, Pemerintah berharap dapat meningkatkan minat investasi di sektor hulu migas, mendorong penemuan cadangan baru, serta meningkatkan produksi migas untuk mendukung ketahanan energi nasional.