Menteri Bahlil Dorong Peningkatan Lifting dalam Malam Penghargaan Keselamatan Migas 2024

News4 Dilihat

JAKARTA, BN NASIONAL – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengimbau Pemerintah dan pemangku kepentingan di sektor minyak dan gas bumi (migas) untuk fokus meningkatkan lifting migas melalui optimalisasi teknologi dan proses eksplorasi. Hal ini disampaikannya dalam acara Malam Penghargaan Keselamatan Migas 2024 yang digelar di Jakarta, Senin (7/10).

Bahlil menyoroti tren penurunan lifting migas yang signifikan dibandingkan tiga dekade lalu. “Dulu, lifting migas mencapai 1,6 juta barel per hari dengan konsumsi 600-700 ribu barel. Saat ini, lifting turun menjadi 600 ribu barel per hari, sementara konsumsi mencapai 1 juta barel per hari,” ujar Bahlil. Kondisi ini, menurutnya, menuntut Pemerintah dan industri untuk bertanggung jawab dan segera melakukan intervensi.

“Ada beberapa hal penting yang harus kita lakukan, salah satunya meningkatkan lifting. Sumur-sumur harus dioptimalkan dengan bantuan teknologi dan proses yang lebih baik untuk mendukung eksplorasi,” tambahnya.

Baca juga  Saksikan Transformasi Kejatuhan Michigan yang Menakjubkan Dari Luar Angkasa

Dalam upaya peningkatan lifting, Pemerintah juga mengambil langkah untuk menyederhanakan perizinan, termasuk memberikan fleksibilitas pada kontrak hulu migas. Salah satu kebijakan yang diubah adalah penerapan cost recovery sebagai alternatif dari sistem gross split, serta penyederhanaan komponen bagi hasil menjadi hanya lima item.

“Kita rampingkan jadi lima komponen, agar kontraktor bisa memilih jalur yang paling tepat untuk mempercepat dan mengoptimalkan lifting,” jelas Bahlil.

Selain fokus pada lifting, Bahlil juga menyinggung kebijakan untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) melalui implementasi mandatori Biodiesel B35 dan pengembangan ke B40 serta B50. “Mandatori biodiesel ini bertujuan untuk menekan impor dan meningkatkan penggunaan energi hijau,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Bahlil menyoroti tantangan besar dalam peralihan dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). “Untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060, kita masih punya waktu untuk melakukan langkah-langkah yang terukur. Namun, investasi di sektor EBT membutuhkan biaya yang signifikan,” kata Bahlil.

Baca juga  AEML Usulkan Standarisasi SPBKLU ke BSN untuk Dorong Kemudahan Baterai Tukar

Ia juga menyoroti masalah ketergantungan Indonesia pada impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), di mana konsumsi nasional mencapai 8 juta ton per tahun, sementara produksi domestik hanya 1,7 juta ton. “Indonesia harus mengimpor 6-7 juta ton LPG setiap tahun. Saya mendesak agar kita meningkatkan produksi dalam negeri dan memanfaatkan bahan baku lokal,” tambahnya.

Untuk mencapai kedaulatan energi, Bahlil menekankan bahwa regulasi pemerintah harus adaptif terhadap kebutuhan industri, sehingga kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha dapat lebih produktif dan menguntungkan. “Kita harus menjamin keberlangsungan usaha dengan profit yang baik, namun negara juga harus mendapatkan bagian untuk mewujudkan cita-cita kedaulatan energi,” katanya.

Bahlil juga menekankan pentingnya penegakan aturan di sektor hilir migas, terutama terkait distribusi BBM, dengan memastikan pengawasan dan penyelarasan yang ketat di lapangan. Menurutnya, keselamatan kerja di sektor hulu dan hilir harus terjamin, karena energi dan lingkungan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Baca juga  Sinyal Senyap: Teknologi Terobosan yang Mendukung Data Luar Angkasa Lebih Cepat

Menutup sambutannya, Bahlil menekankan bahwa peningkatan lifting migas juga akan berdampak positif pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menciptakan lapangan pekerjaan, dan memperkuat kedaulatan energi. “Semakin tinggi lifting kita, semakin besar kontribusinya terhadap pendapatan negara. Bapak-Ibu semua adalah pahlawan dalam menciptakan lapangan kerja, kedaulatan energi, dan peningkatan pendapatan negara,” pungkasnya.