JAKARTA, BN NASIONAL – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan penerapan biodiesel B40—campuran 40% minyak kelapa sawit dengan solar—akan dimulai pada 1 Januari 2025. Langkah ini diharapkan dapat mendorong peningkatan bauran energi terbarukan di Indonesia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menyatakan bahwa seluruh badan usaha bahan bakar nabati (BBN) tengah bersiap untuk menjalankan program B40 ini. “Insya Allah, pada 1 Januari 2025 B40 bisa kita mandatorikan. Persiapan saat ini sedang berjalan, tinggal empat bulan lagi,” ujar Eniya dalam acara Temu Media di Kantor Ditjen EBTKE, Senin (9/9/2024).
Meski optimis, Eniya tidak menutup mata terhadap beberapa tantangan di lapangan, terutama terkait keterbatasan pasokan bahan baku (feedstock) dan jumlah perusahaan yang aktif beroperasi. Dari 34 badan usaha BBN yang tercatat, hanya 23 yang masih aktif, sementara sisanya berhenti beroperasi karena kekurangan feedstock.
Namun, untuk memperkuat implementasi B40, pemerintah telah memberikan izin kepada satu perusahaan BBN baru, yang diharapkan dapat membantu mempercepat target ini. “Kami yakin program B40 akan berjalan tepat waktu dengan dukungan dari berbagai sektor, termasuk penyelesaian masalah teknis dan infrastruktur,” tambahnya.
Bioenergi memang menjadi prioritas dalam agenda energi terbarukan yang diusung Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Salah satu program utamanya adalah penerapan B40 yang dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan kontribusi energi terbarukan.
Sebelumnya, Indonesia telah berhasil menerapkan B35, yakni campuran 35% minyak sawit dengan solar. Pada 2023, realisasi penyaluran B35 mencapai 12,2 juta kiloliter (KL). Sementara di tahun 2024, penyaluran B35 sudah mencapai 8,21 juta KL, atau 72,7% dari target akhir tahun sebesar 11,3 juta KL.
Uji coba penggunaan B40 telah dilakukan pada kendaraan bermotor, dan hasilnya memuaskan. Sejak Juli 2024, uji coba juga diperluas ke sektor non-otomotif, termasuk kereta api, angkutan laut, alat berat, mesin pertanian, dan pembangkit listrik.
Meskipun begitu, persiapan infrastruktur seperti pelabuhan untuk mendukung logistik bioenergi menjadi perhatian penting. “Industri dan pemerintah sama-sama harus mempersiapkan diri. Bagi industri, mereka punya waktu hingga Desember 2024 untuk investasi infrastruktur,” jelas Eniya.
Pemerintah berkomitmen penuh terhadap timeline yang telah ditetapkan. Jika ada perusahaan yang gagal mendistribusikan biodiesel pada 1 Januari 2025, sanksi tegas akan diberikan. “Tahun lalu ada yang dikenai denda, dan sekarang kasusnya ada di pengadilan. Kami komit untuk mengombinasikan biodiesel dan meningkatkan persentasenya,” tegas Eniya.