JAKART, BN NASIONAL
Pemerintah mencatat, terdapat lebih dari 267 ribu pekerja industri pertambangan batubara dan sekitar 32 ribu orang pekerja pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Para pekerja tersebut terancam kehilangan pekerjaan saat Indonesia berkomitmen untuk Nett Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Artinya, pemerintah harus mempersiapkan lapangan pekerjaan yang baru untuk para pekerja yang bekerja di sektor batubara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, Indonesia sebagai negara penghasil batubara memiliki tantangan dalam hal pergeseran peluang pekerjaan baru bagi para pekerja tambang dan pembangkit listrik tenaga fosil.
“Ketergantungan ini d icerminkan melalui ekonomi sirkular yang signifikan di seluruh value chain, mulai dari pertambangan, pengolahan, distribusi, dan konsumsi, yang menciptakan banyak pekerja yang bergantung pada industri bahan bakar fosil,” ujar Arifin, di kantor IEA Paris, Perancis, Jumat (26/4).
D iketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang membutuhkan sumber energi yang besar, karena energi perkapita Indonesia tergolong rendah, yakni 5,8 BOE perkapita apabila d ibandingkan dengan negara maju dengan minimal energi perkapita sebesar 17 BOE.
Hingga saat ini, energi fosil masih mendominasi kebutuhan energi di Indonesia, yakni 87 persen di 2023, di mana energi dari batubara masih menjadi yang paling dominan, di samping minyak dan gas bumi yang mendukung sektor industri, gedung, dan transportasi.
Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan berbagai program untuk memastikan peluang pekerjaan berkualitas tinggi selama transisi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan.
Program pertama adalah pemanfaatan lahan bekas tambang sebagai sumber energi (energy back to energy), seperti perkebunan biomassa, lokasi pembangkit listrik tenaga surya, juga pertanian, sehingga masyarakat dapat terus mendapatkan manfaat dari bekas lokasi tambang.
“Kami juga mengimbau masyarakat di sekitar PLTU untuk menanam mangrove yang dapat menyerap karbon dalam jumlah besar (50 ton CO2/hektare/tahun). Implementasi pasar karbon juga akan membuka peluang finansial bagi masyarakat, sembari mengurangi emisi,” jelas Arifin.
Pemerintah juga mendistribusikan sertifikat tanah untuk dapat d ikelola oleh masyarakat lokal. Selain itu, pendidikan dan pelatihan teknologi EBT bagi pekerja pembangkit listrik tenaga batubara untuk meningkatkan kompetensi.
“Di samping itu, Pemerintah juga mewajibkan perusahaan tambang melalui berbagai regulasi untuk melaksanakan program pengembangan masyarakat, seperti pendidikan, keterampilan berwirausaha, dan pembangunan infrastruktur untuk mendukung masyarakat lokal yang mandiri secara ekonomi,” jelasnya.*[]