Moderasi Kawasan Hutan VS Hak Ulayat Masyarakat Adat

by admin
6 minutes read
Hutan selalu beruhungan dengan kehidupan dan kehidupan selalu berhubungan dengan kebutuhan manusia yang menjadi kan manusia dan kehidupan mahluk lainnya saling ketergantungan simbiosis mutualisme mempertahankan eksistensi kehidupan jika tidak akan punah dan hilang.

Jakarta, BN Nasional – Hutan selalu beruhungan dengan kehidupan dan kehidupan selalu berhubungan dengan kebutuhan manusia yang menjadi kan manusia dan kehidupan mahluk lainnya saling ketergantungan simbiosis mutualisme mempertahankan eksistensi kehidupan jika tidak akan punah dan hilang.

Bayangkan jika disungai hanya satu jenis ikan atau satu ekor ikan, bayangkan juga disekeliling kita dari puluhan hektar hanya satu jenis pohon atau satu pohon saja, tentu ikan atau pohon itu milik orang kaya yang memiliki banyak uang, dan kita hanya bagian dari lingkungan yang sudah dibeli dan dibayar sehingga kita terjajah dengan kebebasan memiliki yang terampas dan sangat terbatas, kehidupan kita dikendalikan oleh orang lain karena ketidakberdayaan kita tidak memiliki hutan yang yang selama ini memberikan kehidupan dan menyediakan segala kebutuhan tanpa kita sadari.

Kawasan Lahan Hutan yang lebat perlahan tapi pasti terkikis habis oleh egoisme nya kita yang merusak nya entah apapun alasannya dengan pembalakan hutan atau pembiaran pemusnahan hutan disekitar kita dengan alasan kebutuhan ekonomi atau ingin memperkaya diri, seandainya hanya sebagai pemenuhan dari “kebutuhan hidup” Kawasan hutan yang ada sangat lebih dari cukup untuk menghidupi jiwa-jiwa yg ada sekitar hutan tersebut.

Ada banyak kekayaan alam yang bisa kita peroleh dari sekedar menebang pohon/kayu karena alasan apapun karena untuk menunggu sebatang kayu/pohon tumbuh perlu waktu puluhan dan ratusan tahun tapi untuk menebangnya satu pohon hanya butuh waktu beberapa menit saja. Dari hutan hal yang paling utama dan terutama kebutuhan hidup manusia adalah oksigen yaitu udara yang bisa menyerap carbon yang menjadi kebutuhan dasar kelangsungan hidup manusia, hutan menyimpan kekayaan yang menjadi sumber hayati mulai dari akar, daun dan buah-buahan, binatang dan serangga penghasil madu, belum lagi sungai-sungai yang airnya bisa memberikan manfaat kehidupan dengan keanekaragaman ikan yang hidup dan tumbuhan air diatasnya.

Apakah hutan tanpa ditebang kayu dan pohonnya tidak memberikan hasil atau manfaat kepada penduduk sekitar?
Jawaban iya dan pasti sangat bermanfaat, bisa menjadi hutan kawasan ekowisata turisme, hasil hutan seperti jamur-jamuran, akar-akaran, daun-daunan herbal dan buah-buahan yang bisa di ambil memiliki nilai jual atau nilai ekonomis baik langsung maupun untuk menjadi produk olahan, belum lagi ikan-ikanan, serangga dan burung serta hewan lainnya menjadi bagian dari “harta atau kekayaan” yang tidak ada habisnya jika dijaga dan dipelihara dengan saksama oleh kita yang ada disekitarnya, untuk itu pastikan kita lah pemilik nya menjadi hak ulayat hak bersama yang harus secara bersama kita jaga kita lindungi dari ancaman orang luar pembalakan atau penebangan luar dan penangkapan atau pembunuhan binatang hewan yang ada disekitar dan didalam nya.

Isu pemanasan global yang menjdi momok menakutkan terhadap punahnya kehidupan di belahan dunia lain dengan kekeringan dan meningkatnya cuaca ekstrem berdampak dengan hutan-hutan yang menjadi penangkal dan menghambat perubahan cuaca ekstrem yang berkepanjangan menjadi kan nilai atau harga hutan melebihi intan permata bagi mereka orang yang terdampak, sehingga memiliki nilai jual offset yang dapat diperdagangkan dalam sistem perdagangan bebas seperti perdagangan saham atau kurs mata uang atau harga loco emas dipasar global(dunia), jadi siapa yang memiliki hutan itulah yang memiliki bumi, disamping siapa yang memiliki teknologi itulah yang menguasai dunia, Hutan dan teknologi adalah dua kebutuhan manusia saat ini yang tidak bisa dipisah kan, dunia tanpa hutan perlahan-lahan dunia akan musnah dan dunia tanpa teknologi pun peradaban nya tidak ada kemajuan dan perubahan dari kehidupan. Inilah mengapa hutan milik masyarakat perlu dikembalikan kepada masyarakat pemilik hutan sebagai hak ulayat karena sejak nenek moyang secara turun temurun hutan adalah milik mereka bahkan lebih dulu sebelum negara ini ada, kelestarian hutan adalah kelangsungan dari kehidupan manusia disekitar nya.

Hak ulayat adalah hak bersama masyarakat adat disekitar nya, yang mana dalam hak ulayat diatur dalam sistem adat istiadat yg sudah ada atau yang dibuat atas kesepakatan masyarakat dalam menjaga, melindungi dan melestarikan hutan ulayat adat, termasuk tempat keramat yang sudah ada sebelum nya tetap dipertahankan menjadi situs budaya masyarakat seperti makan kuno, tempat-tempat pemujaan atau keramat, batu-batu atau bukit batu untuk memuja leluhur, goa-goa alam tempat wisata atau tempat berdoa umat beragama katholik, dari semua yang disebut kan di atas memiliki nilai ekonomis yang bisa menjadi sumber mata pencaharian atau pendapatan penduduk atau masyarakat lokal.

Pengaturan sistem adat di setiap wilayah bisa berbeda-beda bisa juga sama tergantung musyawarah dan mufakat masyarakat desa yang disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya; masyarakat tidak boleh menebang tanpa ijin perangkat desa kecuali ingin ber ramu untuk membuat rumah dan diberikan kesempatan dengan jatah/quota setiap KK hanya boleh 50m³ (50 kubiks/KK), masyarakat tidak boleh menangkap/berburu binatang kecuali binatang tertentu yg mengancam keamanan atau merusak kebun seperti babi sekitar lokasi kebun sama halnya dengan menangkap ikan hanya boleh jenis ikan tertentu, ukuran tertentu, jumlah tertentu dan alat tertentu atau waktu tertentu sebagai tradisi adat tahunan di sungai atau danau/telaga tertentu. Semua nya diatur dan ditetapkan sebagai sistem pengendalian dan pelestarian alam dibuat dalam undang-undang adat istiadat dan dibuat kan sangsi sosial dan sangsi denda jika sampai terjadi pelanggaran baik oleh masyarakat setempat dan orang luar yang datang tanpa ijin atau sepengetahuan masyarakat pemilik hak ulayat.

Hukum adat dapat dikembangkan menjadi kebijakan dan aturan masyarakat yang berlaku setiap desa atau wilayah sebuah suku/kaum disamping hukum adat yang sudah baku secara turun temurun dari suku tertentu yang adat istiadat nya memiliki kesamaan atau kemiripan dalam bahasa dari satu kaum sub suku, sehingga aturan atau buku adat yang ada yang selama sudah berlaku dapat direvisi dan ditambah bukan seperti kitab suci yang tidak bisa di ubah dan diagungkan sebagai benda keramat, karena bersama dengan perubahan jaman pasti mau tidak mau dan suka tidak suka akan ada pergeseran budaya sesuai jamannya, apalagi jaman teknologi informasi sangat signifikan mempengaruhi budaya adat istiadat,dan sudah tentu adat yang lama selama hal yg prinsip-prinsip Keraripan lokal tetap dipertahankan sebagai ciri khas tanpa menggunakan kaca mata kuda terhadap perubahan jaman untuk itu setiap era atau jaman dimana sebuah budaya atau adat istiadat lebih kuat dan lebih dominan tapi bisa adaptif diterima masyarakat itulah yg menjadi budaya baru di era yang baru pada “jaman nya” menjadi kawasan ulayat adat yang dilindungi hukum adat.

Hutan ekowisata apakah merusak atau merubah adat istiadat lokal?

Mengacu pada konsensus dunia tentang lingkungan hidup,undang-undang negara dan kebijakan nya lewat kementerian dan perda harus ada kesinambungan dan kesamaan yaitu perlindungan dan pelestarian hutan menjadi isu global yang sangat sangat bisa aplkatif dan adaptif terhadap budaya adat istiadat lokal, mungkin tujuan nya sama hanya cara nya yang berbeda menyesuaikan adat dan budaya yang ada dimasyarakat lokal.

Mari ubah mindset atau cara pandang kita bahwa tanah/lahan hutan harus di babat untuk menghasilkan tanaman palawija atau perkebunan dan pemukiman, karena hutan yg terpelihara dan terjaga dengan baik adalah sumber kekayaan yg tidak habis dan budaya adat lokal tidak terkikis, jadikan kawasan hutan adat menjadi hak ulayat yang dilindungi hukum adat agar suatu saat anak cucu masih hidup di tanah adat tanpa tergusur dan tercerai berai oleh pembangunan dan tersingkir oleh pendatang tetapi menjadi daya tarik dan magnet bagi orang luar belajar dan bekerja sama dalam kehidupan yang setara dan sejajar menghargai masyarakat lokal menjunjung tinggi budaya kita sebagai bangsa dayak yang bermartabat.

Penulis : Agus Teladjan (pegiat lingkungan hidup)

related posts

Leave a Comment