Nikel Limonit Jadi Kunci, Indonesia Kuasai 43 persen Cadangan Global

News112 Dilihat

JAKARTA, BN NASIONAL – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Indonesia memegang peranan vital dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik (EV), terutama berkat dominasi cadangan nikel jenis limonit yang dinilai paling efisien untuk produksi baterai.

“Cadangan nikel di dunia, menurut data Badan Biologi Amerika, 43 persen itu ada di Indonesia. Dan untuk baterai, jenis nikel yang efisien adalah limonit,” kata Bahlil dalam forum diskusi di Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Jenis nikel limonit selama ini dianggap sebagai bahan baku utama untuk baterai berbasis nickel cobalt manganese (NCM) maupun nickel iron dan LFP (lithium ferro-phosphate), terutama karena kandungan logam dan efisiensi ekstraksinya.

Menurut Bahlil, dominasi cadangan limonit ini menjadi keunggulan strategis Indonesia dalam membangun ekosistem baterai dari hulu hingga hilir. Terlebih, Indonesia juga memiliki cadangan kobalt dan mangan, dua elemen penting lainnya dalam pembuatan baterai EV. Satu-satunya komponen yang belum dimiliki adalah litium, yang kini tengah dijajaki melalui kerja sama dengan Australia.

Baca juga  Tarif Royalti Minerba Akan Naik, ESDM: Kita Tunggu PP Terbit

“Yang paling banyak komponennya nikel. Artinya, hanya ketidakwarasan kita sebagai bangsa kalau tidak mau mengubah kiblat untuk membangun industri baterai,” tegasnya.

Pemerintah, kata Bahlil, telah mendorong investor asing membangun rantai industri lengkap di dalam negeri, mulai dari tambang, smelter, HPAL, precursor, katoda, hingga sel baterai dan daur ulang (recycle). Sejumlah proyek besar seperti kerja sama Antam dan Huayou serta proyek baterai mobil LG di Karawang menjadi bukti bahwa Indonesia tengah bergerak ke arah industri bernilai tambah tinggi.

“Kalau kalian bangun industri di negara kalian, biaya produksinya pasti lebih mahal. Bahan baku dan transportasi di sini jauh lebih murah. Ini kesempatan,” jelas Bahlil.

Dia menegaskan, tidak ada perlakuan khusus kepada negara tertentu dalam investasi baterai. Semua negara, termasuk China, Korea, Jepang, hingga Amerika Serikat, diperlakukan setara selama berkomitmen membangun di dalam negeri.

Baca juga  Pendekatan Digital-First Lulu dan Georgia untuk Perabotan Rumah

Indonesia menargetkan kapasitas produksi baterai mencapai 55–60 gigawatt hour (GWh) pada 2027. Ekosistem ini akan mendukung program transisi energi nasional, termasuk elektrifikasi 120 juta unit sepeda motor dan pengembangan kendaraan listrik.

“Kalau ini semua jadi, kita akan jadi negara pertama yang membangun ekosistem baterai mobil yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Dan saya yang tangani langsung,” ujar Bahlil.

Dengan cadangan bahan baku yang melimpah, pasar domestik yang besar, serta dukungan energi baru terbarukan, Bahlil optimistis Indonesia akan menjadi salah satu pusat gravitasi industri baterai global.

“Saya yakin, ke depan, Indonesia bisa menjadi negara acuan dalam pengelolaan ekosistem baterai mobil dunia,” katanya.