JAKARTA, BN NASIONAL
Melangkah di atas panggung kebesaran, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengawinkan langit dan tanah dengan resminya Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Di matanya, bendungan ini bukan sekadar bangunan, melainkan simbol harapan yang mengalir membasahi gersangnya tanah dan jiwa.
Dalam sorotan sinar matahari yang menggelayuti wajahnya, Jokowi tak hanya membicarakan angka dan nominal, tetapi juga meramu cerita tentang perjalanan panjang yang d ilalui setiap tetes air hingga mencapai tujuannya.
“Bendungan Tiu Suntuk ini jadi salah satu bendungan besar, berada di Sumbawa Barat menghabiskan anggaran Rp 1,4 triliun, artinya 1.400 miliar. Itu duit semuanya,” ujarnya, suara gemuruhnya seakan menyatu dengan dentingan air yang mengalir.
Di balik kata-kata, tersemat harapan yang tumbuh subur di antara bebatuan dan pasir. Jokowi memaparkan betapa pentingnya air dalam kehidupan, terutama di tanah yang menjadi saksi bisu akan kekeringan dan kemarau.
“Oleh sebab itu, pemerintah 10 tahun ini membangun tujuh bendungan di NTB, hanya di NTB, paling banyak,” jelasnya, suaranya mengalun bak gelombang yang menghantam karang d ikutip dari cnbcindonesia.com.
Bendungan Tiu Suntuk bukan hanya sekadar tumpukan beton dan baja, tetapi sebuah katedral kehidupan yang menampung harapan-harapan yang membutuhkan pelukan keberlanjutan. Dengan kapasitasnya yang luas, ia bukan sekadar penjaga kelestarian, tetapi juga penyeimbang bagi aliran waktu.
“Adapun Jokowi menyebut bendungan Tiu Suntuk memiliki kapasitas 60,8 juta meter kubik, yang mampu mengairi wilayah irigasi 1.900 hektare dan menyediakan 680 liter per detik air baku. Selain itu Bendungan ini juga berguna untuk mereduksi banjir di sekitar Sumbawa Barat,” paparnya, suaranya menggetarkan hati yang merindukan keadilan bagi alam.
Di tengah panggung kebesaran itu, Jokowi tidak berdiri sendirian. Ia d idampingi oleh para menteri yang membawa aroma harum perubahan. Dalam senyap dan gemuruh, mereka menjadi pemandu perjalanan menuju masa depan yang berlimpah air dan harapan. Di atas reruntuhan keraguan, mereka membangun jalan yang memancar cahaya kebenaran.**