Letusan Gunung Berapi Dahsyat di Gunung Ruang

Global, Ragam1 Dilihat

Citra satelit Ruang sebelum letusan, ditangkap pada 12 April 2024 oleh Operational Land Imager-2.

Citra satelit Ruang setelah letusan, ditangkap pada 20 April 2024 oleh Operational Land Imager.

Letusan gunung berapi yang dahsyat melontarkan abu tinggi ke atmosfer dan menyebarkan tephra serta puing-puing gunung berapi lainnya ke seluruh pulau kecil di Indonesia.

Ruang adalah sebuah pulau vulkanik kecil di busur Kepulauan Sangihe di Sulawesi Utara, Indonesia, yang dihuni sekitar 800 orang. Pada akhir tanggal 16 April 2024, gunung tersebut bergemuruh dan mengeluarkan serangkaian letusan eksplosif yang terkadang menyebabkan gumpalan abu dan gas membubung tinggi ke stratosfer. Letusannya juga membombardir pulau itu dengan tephra, kerikil kecil membungkus, dan pecahan batuan halus yang disebut abu.

Pengamatan Satelit

Sepasang citra satelit Landsat di atas menyoroti bagaimana letusan mengubah lanskap. OLI-2 (Operational Land Imager-2) menangkap gambar pada tanggal 12 April (atas) yang menunjukkan vegetasi hijau subur di Ruang sebelum letusan; gambar OLI (Operational Land Imager), yang diperoleh pada tanggal 20 April (bawah), menunjukkan area yang sama setelah puing-puing vulkanik menyelimuti pulau tersebut. Gambar tersebut juga menunjukkan tanda-tanda aliran piroklastik—aliran abu panas, batuan, tanah, dan gas yang merusak—yang mengalir menuruni lereng gunung dan meninggalkan endapan tebal di dasarnya.

Dampak terhadap Komunitas Lokal

Permukiman di sisi utara pulau termasuk yang paling terkena dampak puing-puing vulkanik. Di sisi barat, tephra juga menyelimuti Laingpatehi, desa terbesar di pulau itu. Fitur putih cerah yang menutupi sebagian pulau kemungkinan besar merupakan awan yang lewat, meskipun beberapa di antaranya mungkin merupakan gumpalan vulkanik yang dipancarkan oleh gunung berapi yang masih aktif.

Baca juga  Penjualan Q1 Target Merosot Menjadi $24,1 Miliar Karena Konsumen Mengurangi Pengeluaran

Menurut penilaian awal yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), badan penanggulangan bencana di Indonesia, hujan abu lebat, dan pecahan batuan vulkanik menyebabkan kerusakan parah atau menghancurkan lebih dari 500 rumah. Ini juga merusak tanaman dan pertanian.

Gangguan dan Manajemen Bahaya

Abu tersebut membahayakan penerbangan, sehingga memicu pembatalan dan pengalihan penerbangan secara luas. Pihak berwenang menutup Bandara Internasional Sam Ratulangi di ibu kota provinsi terdekat, Manado, karena abu yang mengganggu perjalanan ribuan orang. Bandara dibuka kembali pada tanggal 22 April, setelah curah hujan menyapu abu di landasan pacu, dan setelah BNPB menurunkan tingkat kewaspadaan gunung berapi.

Pengamatan Global dengan Satelit

Satelit geostasioner yang dioperasikan oleh Badan Meteorologi Jepang dan satelit yang mengorbit kutub dioperasikan oleh NASA Dan NOAA semua mengamati abu dan sulfur dioksida mengalir dari Ruang saat gunung berapi meletus.

Menurut Ghassan Taha, ilmuwan atmosfer di Goddard Space Flight Center NASA, data dari Ozone Mapping and Profiler Suite (OMPS) Limb Profiler (LP) menunjukkan bahwa gumpalan vulkanik mencapai ketinggian sekitar 20 kilometer (12 mil) dan masuk ke dalam stratosfer, lapisan atmosfer kedua di atas permukaan tanah. Ilmuwan atmosfer memantau jumlah partikel dan gas yang dilepaskan gunung berapi ke stratosfer karena material yang mencapai ketinggian tersebut dapat menyebar luas dan berdampak global terhadap iklim.

Baca juga  Pembuat Warhammer Menghadapi Reaksi Atas Scalping Buku Edisi Terbatas

“Kami memperkirakan partikel aerosol beredar di stratosfer selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan,” kata Taha.

Implikasi Atmosfer dan Iklim

Dalam beberapa dekade terakhir, letusan gunung berapi telah menyuntikkan material ke stratosfer sekitar setahun sekali. Namun, menurut ahli iklim, suntikan setidaknya 5 teragram sulfur dioksida umumnya diperlukan untuk menghasilkan partikel aerosol yang cukup untuk mengubah reflektifitas atmosfer bagian atas untuk sementara. Dalam kebanyakan kasus, jumlah material yang mencapai stratosfer hanya sedikit dan berada di bawah ambang batas tersebut.

Setelah letusan di Ruang, sensor inframerah pada satelit geostasioner Himawari mengukur total emisi sekitar 0,5 teragram sulfur dioksida pada 17 April, menurut Simon Carn, ahli vulkanologi di Michigan Technological University. Keesokan harinya, satelit lain mengukur sekitar 0,3 teragram. “Emisi sulfur dioksida sebenarnya mungkin antara 0,3 dan 0,5 teragram, jauh di bawah ambang batas dampak iklim yang signifikan,” kata Carn.

Baca juga  Antisipasi China, Inggris Berencana Kerahkan Kapal Selam Nuklir ke Australia

Letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1991, yang menyebabkan pendinginan global sekitar 0,5 derajat Celsius (0,9 derajat Fahrenheit) selama sekitar satu tahun, melepaskan sekitar 20 teragram sulfur dioksida ke stratosfer. Baru-baru ini, letusan Hunga Tonga-Hunga Ha’apai tahun 2022 diperkirakan menyuntikkan 0,5 hingga 1 teragram.

Konteks Sejarah dan Letusan Terkini

Ruang, yang namanya berarti “ruang” atau “ruangan” dalam bahasa lokal Bugis, memiliki sejarah letusan yang panjang dan merupakan salah satu gunung berapi paling aktif dan berbahaya di Indonesia. Letusan eksplosif besar telah terjadi pada tahun 1634, 1670, 1843, 1871, 1904, 1956, dan 2002, menurut Program Vulkanisme Global. Letusan tahun 1871 memicu tsunami yang meluluhlantahkan sebuah desa di pulau terdekat dan menyebabkan ratusan kematian.

Para pejabat memperingatkan letusan tahun 2024 dapat memicu lahar—semburan lumpur vulkanik—karena hujan bercampur dengan abu yang jatuh dalam beberapa hari dan minggu mendatang. Letusan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi tsunami dari aliran vulkanik yang masuk ke laut, sehingga memicu beberapa peringatan tsunami, meski tidak ada tsunami signifikan yang terjadi, menurut Survei Gunung Api Lokal (PVMBG) dan BNPB. Pihak berwenang Indonesia mengoordinasikan evakuasi lebih dari 16.000 penduduk dari daerah yang paling berisiko terkena aliran piroklastik, hujan abu, dan tsunami. Sejak letusan dimulai, tidak ada korban jiwa atau cedera yang dilaporkan.

Gambar Observatorium Bumi NASA oleh Michala Garrison, menggunakan data Landsat dari Survei Geologi AS.