JAKARTA, BN NASIONAL
DELEGASI Department of Atomic Energy Malaysia (Atom Malaysia) melakukan kunjungan ke Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (IPLR) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie.
Kunjungan ini merupakan bagian dari kegiatan Bilateral Meeting and Technical Visits yang terkait dengan MoU antara Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Republik Indonesia.
“Kami memiliki isu dalam pengembangan kapabilitas badan pengawas. Salah satunya adalah mengenai pengawasan ketenaganukliran, terutama terkait limbah nuklir,” kata Noraishah Binti Pungut, Di rector-General dari Department of Atomic Energy Malaysia pada Rabu, 11 Oktober 2023.
Selain sebagai kunjungan kerja, pertemuan ini juga menjadi wadah untuk berdiskusi dan berbagi informasi tentang pengelolaan limbah di Indonesia, regulasi yang ada, dan sistem manajemen nya.
Atom Malaysia bertanggung jawab atas regulasi dan pengawasan aktivitas ketenaganukliran di Malaysia. Noraishah berharap bahwa kunjungan ini akan meningkatkan pemahaman mereka dalam mengelola limbah nuklir, baik dari segi pengawasan maupun regulasi.
“Informasi ini akan memperkaya kapabilitas Atom Malaysia sebagai badan pengawas. Kami berharap dapat belajar dari pengalaman Indonesia dalam mengelola limbah radioaktif,” ujarnya.
Suryantoro, Ahli Utama BRIN dalam Pengembangan Teknologi Nuklir, menjelaskan bahwa Indonesia memiliki regulasi yang ketat dalam pengelolaan limbah radioaktif.
“Indonesia telah memiliki peraturan yang relatif komprehensif terkait pengelolaan limbah radioaktif. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) merupakan badan yang mengatur izin dan mengawasi teknologi nuklir, termasuk perlindungan sumber radioaktif,” kata Suryantoro.
Suryantoro juga menjelaskan bahwa BRIN sudah memiliki fasilitas pengelolaan limbah radioaktif yang terpusat dan terkontrol.
“BRIN telah memiliki fasilitas pusat pengelolaan limbah radioaktif yang terletak di Serpong, yang mampu mengelola limbah dari berbagai wilayah di Indonesia,” tambahnya.
Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia melibatkan sejumlah metode, termasuk kompaksi, insenerasi, evaporasi, dan penukar ion untuk mengurangi volume limbah, serta metode sementasi, kondisioning, dan imobilisasi untuk mengurangi paparan radiasi sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
Suryantoro juga menyoroti pengelolaan Di sused Sealed Radioactive Sources (DSRS) atau Sumber Radioaktif Tersegel yang Tidak Di gunakan Lagi.
“Fasilitas Radioactive Waste Management (RWM) akan mengevaluasi limbah DSRS yang di terima dari industri, rumah sakit, dan sektor lain untuk menentukan apakah dapat di gunakan kembali, di daur ulang, atau harus di perlakukan sebagai limbah radioaktif yang aman,” ungkapnya.
Kebijakan pemerintah Indonesia, sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, mencakup pengembalian DSRS ke negara asal jika memungkinkan.
Namun jika pemulangan tidak memungkinkan, BRIN bertanggung jawab untuk memprosesnya menggunakan metode peluruhan aktivitas dan pengkondisian.(*)