JAKARTA, BN NASIONAL – Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terkait Penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) menuai sorotan.
Legislator menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan yang lebih mendalam untuk memastikan RUU tersebut tidak menimbulkan masalah baru.
Anggota Baleg DPR RI Benny K. Harman mengkritik beberapa substansi dalam usulan RUU tersebut, yang menurutnya justru berpotensi menimbulkan komplikasi jika tidak dibahas secara cermat.
“Padahal maksud kita bikin undang-undang ini untuk mengatasi masalah, bukan menciptakan masalah baru. Kecuali memang itu niatnya, agar masalah semakin banyak muncul,” ujar Benny dalam Rapat Pleno Baleg di DPR RI, Jakarta, Senin (20/1/2024).
Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah adanya beleid yang memberikan kuasa pengawasan kepada Baleg. Benny menyebut kebijakan tersebut memerlukan landasan akademik yang kuat agar tidak menimbulkan konflik kepentingan di kemudian hari.
“Luar biasa, DPR yang menangani bidang legislasi sekarang juga diberi mandat wajib melakukan pemantauan. Harus ada dasar yang jelas untuk ini,” kata Benny.
Ia juga menekankan pentingnya kehadiran naskah akademik dalam proses pembahasan RUU. Menurutnya, naskah akademik diperlukan untuk memberikan penjelasan yang mendalam terkait norma-norma yang diusulkan, sehingga menghasilkan undang-undang yang matang dan sesuai kebutuhan.
“Naskah akademik itu penting untuk mendapatkan penjelasan komprehensif terkait pasal-pasal dalam RUU ini. Tanpa itu, deliberasi akan sulit dilakukan,” ujarnya.
RUU Minerba yang tengah dibahas mencakup sejumlah kebijakan strategis, salah satunya mengenai pemberian lahan tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, perguruan tinggi, dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Usulan ini menjadi salah satu poin yang memicu diskusi mendalam di kalangan anggota DPR.
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengungkapkan bahwa RUU ini sebelumnya telah dibahas bersama Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Baleg pada 14 Januari 2025. Meskipun DPR sedang dalam masa reses, pembahasan tetap dilanjutkan melalui Rapat Pleno untuk menindaklanjuti isu-isu strategis yang termuat dalam RUU tersebut.
“Kami memahami urgensi dari RUU ini, namun pembahasan harus dilakukan secara hati-hati agar regulasi yang dihasilkan benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan sektor pertambangan,” kata Bob.
Dengan berbagai kritik dan masukan, diharapkan RUU Minerba ini tidak hanya menjadi alat legislasi semata, tetapi juga mampu mengakomodasi kebutuhan strategis nasional secara transparan dan adil.