JAKARTA, BN NASIONAL
Di Gedung Merah Putih KPK, suasana tegang mengiringi pengumuman yang mengubah nasib Max Ruland Boseke. Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan SAR Nasional (Basarnas) periode 2009-2015 itu, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle. Max tak sendirian. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Anjar Sulistiyono dan Direktur CV Delima Mandiri William Widarta, juga masuk daftar tersangka.
“Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 25 Juni 2024 sampai dengan 14 Juli 2024,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, dengan nada serius, Selasa (25/06/2024). Di ruang yang sama, Max hanya bisa menunduk, menahan desakan perasaan bersalah yang membebani dirinya.
Konstruksi perkara ini, menurut Asep, bermula pada November 2013 ketika Basarnas mengajukan usulan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian (RKA-K/L) berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional tahun 2010-2014. Termasuk di dalamnya, pengadaan truk angkut personel sebesar Rp47,6 miliar dan rescue carrier vehicle sebesar Rp48,7 miliar.
“Salah satu pekerjaan yang dikondisikan oleh Max adalah pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle untuk dimenangkan oleh PT TAP,” ungkap Asep.
Tahun 2014 menjadi titik balik bagi Max dan kawan-kawan. Di awal tahun itu, Anjar Sulistiyono menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) menggunakan data harga dan spesifikasi yang disusun oleh Riki Hansyah, pegawai William Widarta. Februari 2014, William Widarta mengikuti lelang pengadaan menggunakan bendera PT TAP dengan perusahaan pendamping PT ORM dan PT GIM. Maret 2024, PT TAP diumumkan sebagai pemenang.
Sebuah kemenangan yang berujung skandal. KPK menemukan persekongkolan dalam pengadaan tersebut, dengan bukti kesamaan IP Address peserta, surat dukungan, serta dokumen teknis penawaran yang identik.
“PT TAP menerima pembayaran uang muka sebesar Rp8,5 miliar untuk truk angkut personil dan Rp8,7 miliar untuk rescue carrier vehicle,” kata Asep dikutip dari Antaranews.com.
Uang mengalir, tetapi bukan hanya ke proyek. Mei 2014, Max Ruland Boseke menerima Rp2,5 miliar dari William Widarta, dalam bentuk kartu ATM dan slip tarik tunai. Uang tersebut digunakan untuk membeli ikan hias dan kebutuhan pribadi lainnya.
Keputusan akhir tak bisa dihindari. Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP, negara dirugikan sebesar Rp20,4 miliar. Atas perbuatannya, Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono, dan William Widarta disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Max Ruland Boseke hanya bisa menatap ke depan, penuh penyesalan. Beban berat kini harus ia pikul, bukan hanya sebagai mantan pejabat, tapi sebagai seorang yang mengkhianati kepercayaan bangsa. “Saya menerima konsekuensinya,” ucap Max pelan, mencoba menenangkan hatinya yang berkecamuk.**