Jakarta, BN Nasional – PT Freeport Indonesia (PTFI) yang mendapatkan relaksasi ekspor dari pemerintah belum juga menjalankan kewajibannya menyetor denda administratif keterlambatan pembangunan smelter mineral logam sampai batas waktu 15 Juli 2023 sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 89 Tahun 2023.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatur, penempatan denda paling lambat disetorkan pada 60 hari sejak Kepmen Nomor 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri berlaku. berlaku.
“(sanksi) Sedang kita diskusikan dengan pemerintah,” kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas saat ditemui di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Pengenaan denda administratif atas keterlambatan pembangunan smelter sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19.
Denda administratif memperhitungkan kegiatan terdampak pandemi Covid-19 berdasarkan laporan Verifikator Independen dengan rumusan sebagai berikut:
Denda =((90% -A-B)/90%) x 20& x C
A = persentase capaian kumulatif kemajuan fisik sesuai verifikasi
B = total bobot yang terdampak Covid 19 sesuai hasil verifikasi
C = nilai kumulatif penjualan ke luar negeri selama periode pembangunan
“(nominal) belum ada, lagi kita pelajari,” kata Tony.
Sebelumnya, Plt Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Muhammad Wafid sudah mengingatkan kepada perusahaan-perusahaan tersebu untuk dapat membayarkan komitmenya sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Semuanya itu harus sesuai koordinasi, kami kan sama pembangun smelter terus kita ingatkan. Hati-hati kalau gak sesuai dengan apa yang sudah diatur, disitu ada konsekuensi-konskeusi yang disampaikan,” kata Wafid saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (17/7/2023).
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, kementeriannya masih menghitung besaran denda yang mesti dibayar lima pemegang izin usaha pertambangan/izin usaha pertambangan khusus (IUP/IUPK) yang telah menyelesaikan 50 persen pembangunan smelter mereka masing-masing.
“Kan sudah ada rumusnya, orang denda lagi kita siapin angkanya, belum ada yang disetor,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Selain Denda keterlambatan, perusahaan juga diwajibkan memberikan jaminan kesungguhan 5 persen dari total penjualan priode 16 Oktober 2019 sampai 11 Januari 2022 dalam bentuk rekening bersama, apabila pada 10 Juni 2024 perusahaan tidak mencapai target 90 persen, maka jaminan tersebut disetorkan ke kas negara.
Setelah mendapatkan relaksasi ekspor, perusahaan juga dikenakan denda selama periode perpanjangan yang saat ini sedang diatur oleh Kementerian Keuangan.
“Untuk mendapatkan rekomendasi ekspor harus memenuhi syarat yang tercantum dalam Rancangan Permen dan mekanisme pengawasannya dilakukan oleh Kementerian ESDM berdasarkan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian,” kata Arifin saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, volume ekspor konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Industri setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan sepanjang periode 2019 sampai dengan 2022.
Kedua perusahaan tambang itu mencatatkan volume ekspor konsentrat tembaga 0,69 juta ton dengan nilai US$1,2 miliar pada 2019. Pencatatan itu naik signifikan pada ekspor sepanjang 2021 dengan volume mencapai 2,4 juta ton konsentrat tembaga dan nilai transaksi sebesar US$7,01 miliar. Adapun, volume ekspor konsentrat tembaga pada 2022 mencatatkan rekor tertinggi di angka 3,13 juta ton dengan nilai transaksi US$9,23 miliar. (Louis/Rd)