Rektor Unri Cabut Laporan Mahasiswa: Antara Kebebasan Berekspresi dan Marwah Institusi

by admin
2 minutes read

JAKARTA, BN NASIONAL

Gemuruh protes mahasiswa Universitas Riau (Unri) menggema di lorong-lorong kampus. Kritikan tajam Khariq Anhar, sang mahasiswa, terkait tingginya biaya pendidikan bagaikan bom waktu yang meledak di hadapan Rektor Prof. Sri Indarti.

Awalnya, Sri Indarti memilih jalur hukum dengan melaporkan Khariq ke pihak berwajib. Tindakannya ini bagaikan tamparan keras bagi para mahasiswa, memicu kekhawatiran akan kriminalisasi suara kritis.

Namun, di tengah pusaran emosi dan ketegangan, Sri Indarti menarik kembali laporannya. Ia menegaskan bahwa niatnya bukan untuk membungkam suara mahasiswa, melainkan melindungi nama baik Unri.

“Saya tidak bermaksud untuk melakukan kriminalisasi terhadap mahasiswa saya sendiri,” tegas Sri Indarti, suaranya bergetar menahan gejolak emosi.

“Saya ingin memberikan ruang untuk kritik dan saran, demi kemajuan Unri,” tambahnya lagi, d ikutip dari Antaranews.com.

Tetapi, luka di hati para mahasiswa belum sepenuhnya pulih. Pertanyaan tentang kebebasan berekspresi dan transparansi keuangan universitas masih menggantung di udara.

“Bagaimana mungkin kritik dianggap sebagai serangan terhadap nama baik?” tanya salah satu mahasiswa, matanya berkaca-kaca. “Apakah kami tidak berhak menyuarakan keresahan kami?”

Di tengah kebingungan dan kekecewaan, Khariq Anhar, sang mahasiswa pemberani, tetap teguh pada pendiriannya. Ia berharap peristiwa ini menjadi pengingat bagi semua pihak tentang pentingnya demokrasi dan akuntabilitas dalam dunia pendidikan.

Kisah ini bagaikan drama penuh makna, mengaduk-aduk emosi dan memicu refleksi. Di satu sisi, Sri Indarti dihadapkan pada dilema antara menjaga marwah institusi dan melindungi hak mahasiswa untuk berekspresi. Di sisi lain, Khariq Anhar menjadi simbol keberanian dalam menyuarakan kritik, meskipun harus dengan risiko besar.

Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan masa depan masih diselimuti ketidakpastian. Namun, satu hal yang pasti: peristiwa ini telah membuka luka lama dan memicu perdebatan sengit tentang batas-batas kebebasan berekspresi di lingkungan kampus.

Akankah api semangat Khariq Anhar mampu membakar perubahan? Ataukah ketakutan akan represif akan memadamkan suara kritis para mahasiswa? Hanya waktu yang bisa menjawab.**

related posts